Ketidaktahuan Lebih Baik daripada Ketahuan

Chapter 06

“Tidak peduli, apa pun tujuanmu dalam kehidupan ini, selama kau melakukan semua proses yang bermanfaat bagi umat manusia, that’s good, artinya kehidupanmu bermakna bagi manusia. Percuma jika kau menginginkan tujuan yang bagus tetapi kau melakukan proses yang menghancurkan umat manusia, memangnya kamu mau hidup sendirian di dunia ini?”

Claudia masih terdiam dengan ucapan Alvaro tentang agama yang baru saja dia cela. Ucapan tersebut membuat gadis cantik itu bingung.

Awalnya dia menjelaskan tentang semua keburukan agama yang ada di dunia ini, bahkan menyejajarkan agama ini dengan sistem perusahaan, hanya saja lebih kuat. Kenapa sekarang dia malah mendukung agama Katolik?

Apa yang sebenarnya dia pikirkan?

“Apa aku membicarakan sesuatu yang salah?” Tanya Alvaro saat melihat Claudia masih terdiam mendengar kata-katanya barusan.

Cowok berambut cepak itu tampaknya paham dan mengerti saat melihat kernyitan dahi di wajah Claudia yang masih memandanganya dengan rasa penasaran, seolah mencari kesalahan dalam pernyataannya tadi.

“Tidak, tidak… Aku hanya tidak habis pikir. Kenapa setelah kau menjelaskan sesuatu yang ateistik dengan menggambarkan agama seperti perusahaan, menjelaskan betapa kejamnya agama zaman dahulu, dan sekarang kau masih bisa mendukungku untuk tetap beragama seperti kemarin. Sebenarnya kau ada di pihak siapa? Ateis atau religious?” Tanya Claudia. Wajah santai Alvaro pun berubah menjadi sedikit mengernyit dengan ucapan dari Claudia. Beberapa saat kemudian dia tampaknya tidak bisa menahan tawa geli yang sudah tertahan di dadanya.

“Hahahahahaha…. Kenapa kau berpikir demikian?” Tanya Alvaro. Claudia tampak sedikit sebal ketika mendengar ucapan Alvaro yang seolah melecehkan pertanyaan dari dirinya.

“Ya… Bukankah pendapatmu tadi menggiringku untuk keluar dari agamaku, lalu kemudian kau menyuruhku untuk tetap bertahan dalam agamaku. Apa yang sebenarnya kau inginkan?” Tanya Claudia tampak sedikit marah dan kesal dengan tawa dari Alvaro.

“Hahaha… Maaf, maaf. Aku tidak bermaksud demikian” Kata Alvaro meminta maaf sambil berusaha untuk berdehem pelan menghilangkan sisa-sisa tawa geli dari tenggorokannya. Beberapa saat kemudian Alvaro mengalihkan pandangannya dari perempuan yang berada di depannya untuk memandang ke arah kerumunan mahasiswa yang sedang lalu lalang di depan perpustakaan.

“Sepertinya simpel sekali ya memandang dunia hanya dengan kacamata hitam putih. Hanya ada dua warna, kami dan mereka, benar dan salah, surga dan neraka, musuh atau teman” Gumam Alvaro. Claudia tampaknya mendengar gumaman dari Alvaro, dan dia menyadari di balik wajah santai dan nada bicara nya yang cepat dan penuh percaya diri, tersimpan sebuah perasaan…. Yang tidak dapat dia jelaskan.

“Anyway…. Sebenarnya bukan itu tujuanku, dan aku tidak berada di dalam salah satu pihak yang ateis maupun religious” Jawab Alvaro kembali menuju nada bicara santainya sambil tersenyum kecil ke arah Claudia. Gadis itu tampak sedikit memiringkan kepalanya, memandang pemuda tersebut penuh dengan rasa penasaran.

“Lalu?” Tanya Claudia.

“Yah… Aku hanya percaya bahwa manusia memiliki kebebasan memberikan apa pun makna untuk hidupnya. Mungkin, bisa dibilang bahwa aku mendukung kebebasan tersebut. Kita ga bisa mengintervensinya” Jawab Alvaro.

“Bukankah apa yang kau lakukan tadi, dengan menjelaskan seluruh sejarah kelam dalam agama Katolik, itu mengintervensi kebebasanku dalam memeluk agama milikku?” Tanya Claudia sedikit emosi.

Dia sedikit marah mendengar Alvaro mengatakan tentang toleransi antar umat beragama, padahal cowok itu sudah melecehkan agama Claudia sampai gadis tersebut tidak bisa membantahnya. Sebelum berdiskusi dengan Alvaro tentang agama, dia merupakan salah satu orang beragama yang cukup taat dan bebas dalam menentukan makna hidupnya sendiri berdasarkan nilai yang terkandung dalam agama Katolik. Sekarang, dengan berbagai macam fakta tentang sejarah dan pandangan Alvaro tentang agama, dia menjadi sedikit ragu.

Enak aja dia bilang toleransi, padahal dia sebelumnya sudah melecehkan Katolik habis-habisan, sampai aku menjadi ragu dengan agamaku sendiri.

“Tidak, aku tidak mengintervensi kebebasanmu, aku hanya membuka matamu bahwa tidak semua orang harus setuju dengan pendapatmu tentang agama yang kau anut” Jawab Alvaro singkat saja. Claudia tampaknya masih belum bisa mencerna apa yang dikatakan Alvaro.

“Mungkin saja, sebelum ini, jauh dalam lubuk hatimu yang paling dalam, kau mengira bahwa agama mu adalah yang paling sempurna, paling baik, dan jika saja semua orang beragama Katolik, maka dunia pasti akan menjadi lebih indah” Jawab Alvaro.

“Tidak, aku tidak berpikir demikian, aku menghargai semua temanku memeluk agama apa pun. Aku tidak menyalahkan agama mereka seperti yang kau lakukan tadi” Sahut Claudia. Dia tidak terima bila ada seseorang yang hanya mengenalnya selama beberapa minggu dan kemudian mengatakan bahwa dia tidak punya toleransi beragama.

Padahal kau sendiri, pemuda brengsek yang mengatakan semua keburukan itu di depan penganut agama lain

“Kau yakin seperti itu? Apakah kau menghargai kepercayaan umat Islam yang melakukan bom bunuh diri dengan dasar perintah agama? Atau kepercayaan bahwa kau harus menunjukkan para domba tersesat yang ada di bumi ini untuk berbuat kebajikan demi menebus pengorbanan Yesus? Apa yang terfikir di benakmu saat pertama kali kau melihat pelaku bom bali? Toleransi agama yang di anut, ataukah kebanggaan bahwa agama Katolik tidak melakukan kekerasn? Atau bahkan harapan dan kutukan bahwa ternyata tidak semua orang di dunia ini yang menganut agama Katolik?” Sergah Alvaro.

Claudia tampak terdiam mendengar ucapan Alvaro. Gadis itu yakin, bahwa dia masih menghargai sahabat-sahabatnya yang berbeda agama, tetapi ucapan Alvaro tadi tidak bisa dipungkiri bahwa perasaan seperti itu datang tanpa diundang layaknya cinta.

Dalam lubuk hatinya paling dalam, meskipun dengan toleransi umat beragama, dia tidak memungkiri bahwa dia merasa bangga terhadap agamanya, dan berharap bahwa seluruh umat manusia bisa beragama Katolik.

“Aku hanya berusaha untuk membuka pikiranmu sedikit, bahwa kebenaran suatu agama bukanlah sebuah kepastian, so…. Ini bukan ajang untuk siapa yang benar dan siapa yang salah. Tetapi, sebuah perjalanan untuk menuju ke arah kebenaran tersebut” Kata Alvaro. Claudia tampak sedikit bingung dengan apa yang dikatakan oleh Alvaro.

Jika kau tidak bisa menentukan mana yang benar dan mana yang salah, apa gunanya kau membahas sesuatu tersebut?

“Aku masih belum paham ucapanmu barusan” Sahut Claudia. Alvaro tampak tersenyum kecil, kelihatannya dia juga tidak bisa menjelaskan hal tersebut secara singkat, meskipun yang berada di depannya ini adalah mahasiswa dengan nilai tes SAT sempurna.

“Jika kau lebih nyaman untuk penjelasan dengan menggunakan istilah, maka akan sedikit ku jelaskan tentang dua metode yang mungkin selalu di salahpahamkan oleh orang-orang di dunia ini. Mungkin kau sudah pernah dengar tentang metode induktif dan juga deduktif” Jelas Alvaro.

Hal tersebut malah membuat Claudia semakin bingung dengan apa yang dijelaskan oleh Alvaro. Apa dia mau menghubungkan masalah agama ini dengan menggunakan teori ilmiah?

Metode deduktif adalah bagaimana kita membuat sebuah kasus khusus dari kesimpulan. Jadi, kita berangkat dari kesimpulan kemudian menuju ke kasus yang lebih khusus lagi. Ini merupakan akar dari idealism yang merupakan dasar pondasi dari berbagai macam filsuf besar seperti Plato” Jelas Alvaro.

Metode induktif sebaliknya, membuat sebuah kesimpulan dari berbagai macam kasus khusus. Ini adalah hal yang paling sering dilakukan untuk melakukan penelitian ilmiah dimana kita mengumpulkan banyak kasus khusus dengan latar belakang tertentu, kemudian bergerak menuju ke kesimpulan” Kata Alvaro.

Claudia hanya mengangguk saja mendengar ucapan dari Alvaro. Pemuda itu tampak tersenyum puas melihat penjelasan sederhananya bisa diterima oleh Claudia.

“Meskipun aku berbicara masalah metode ilmiah, tetapi dua metode ini juga berlaku untuk pemahaman dalam agama. Kita juga mengenal dua ini, hanya saja dengan menggunakan nama yang berbeda, yaitu pemahaman intrinsik dan ekstrinsik” Kata Alvaro melanjutkan penjelasannya.

“Pemahaman agama secara intrinsic adalah sebuah pemahaman induktif, dimana kita bisa menemukan suatu kesimpulan yang tepat dari berbagai macam hal yang terjadi kepada kita. Contoh nyatanya adalah Gautama Buddha. Dia mengalami banyak sekali kesengsaraan dalam perjalanan spiritualnya untuk menemukan bahwa makna hidup sebenarnya. Buddha tidak langsung membuat kesimpulan, tetapi mengalami dulu kejadian khusus baru bisa menyimpulkan hal tersebut” Lanjut Alvaro.

“Sementara itu, pemahaman agama secara ekstrinsik adalah sebuah pemahaman deduktif, dimana kita sudah memiliki kesimpulan baru kemudian menjabarkannya dalam kasus khusus. Contoh nyatanya adalah orang Islam yang berpegang teguh bahwa yang namanya riba itu haram dan merugikan, kemudian dia menerapkan kesimpulan tersebut pada berbagai macam transaksi jual beli yang dia lakukan” Jelas Alvaro.

Claudia hanya mengangguk-angguk paham dengan penjelasan dari Alvaro. Dalam benaknya sendiri, dia benar-benar tidak mengira bahwa pemuda yang terlihat pemalas ini bisa menghubungkan dua ilmu yang seolah bertolak belakang tersebut.

Selama ini, kita selalu dan selalu berpendapat bahwa yang namanya sains dan agama tidak bisa dipersatukan. Claudia bahkan tidak menyangkal hal tersebut, meskipun banyak juga ilmuwan religious yang mencoba menemukan bukti ilmiah dalam sebuah ayat kitab suci.

Tetapi, Alvaro sepertinya membuat hubungan itu menjadi sesuatu yang… cukup unik dan mengejutkan sekali jika ada orang yang berpikir seperti itu.

“Manakah pemahaman yang lebih baik? Tergantung konteksnya” Lanjut Alvaro.

“Dalam penelitian sains, kita lebih menekankan pada pemahaman induktif. Kita mengumpulkan data penelitian terlebih dahulu, kemudian merumuskan kesimpulan. Kurang lebih seperti itu. Hal yang merugikan disini adalah, pengumpulan data, meneliti dan lain sebagainya itu menjadi tidak efisien karena memakan banyak waktu, tetapi kesimpulan yang didapat bisa diuji dan dipertanggungjawabkan dalam batasan masalah penelitian”

“Metode deduktif disisi lain lebih efisien karena kita hanya menyediakan kesimpulan, sehingga penyebaran menjadi lebih mudah dan bisa diterima oleh banyak orang, bahkan bukan kalangan saintis sekalipun”

“Jadi?” Kata Claudia sedikit penasaran dengan apa yang akan disimpulkan oleh otak yang berada di luar jangkauan pikirannya tersebut. Gadis itu bisa memahami apa yang disampaikan oleh Alvaro, meskipun awalnya dia tidak memikirkan hal tersebut, tetapi kata-katanya cukup gamblang saat menjelaskan sehingga mungkin semua mahasiswa bisa memahaminya.

“Karena saking mudahnya penyebaran metode deduktif ini, para pemuka agama lebih sering menggunakannya untuk menyebarkan agama mereka. Mereka hanya menyediakan kesimpulan yang dirangkum dalam ayat kitab suci, tanpa memberitahu dalam kasus apa saja ayat tersebut berlaku”

“Dan karena literasi dan pendidikan yang kurang memadai tentang agama ini, banyak orang yang tidak mau dan berani mengkritik ayat tertentu karena ayat itu sudah menjadi umum” Lanjut Alvaro lagi.

“So, menurutmu banyak orang yang mengaku religious tapi tidak paham dengan agama?”

“Bukannya tidak paham sih, tetapi lebih kepada bahwa mereka memilih untuk membuat pemahaman deduktif daripada induktif. Pemahaman deduktif lebih mudah, tetapi kelemahannya adalah kita masih belum bisa membuat sebuah kesimpulan yang sungguh-sungguh benar. Sebagai seorang manusia, kebenaran ada batasnya, tetapi mereka seolah membuat sebuah kesimpulan yang tingkat kebenarannya di atas manusia, dalam hal ini adalah Tuhan” Jelas Alvaro.

“Kesimpulan yang dianggap memiliki nilai kebenaran universal ini yang membuat manusia membenarkan dirinya sendiri. Misalkan, mengapa para teroris menyerang WTC 20 tahun yang lalu? Karena adalah sebuah kesimpulan dari ayat suci bahwa orang non-muslim harus diperangi, dan mereka menganggap bahwa kesimpulan ayat suci ini merupakan sebuah kebenaran universal tanpa harus meneliti mereka dengan fakta yang lain terlebih dahulu. Hasilnya? Tentu saja bencana” Kata Alvaro.

Claudia tampak manggut-manggut mengerti dengan jalan pikiran dari Alvaro. Benar-benar sebuah pengamatan yang cukup jeli dari mata yang terlihat santai tersebut.

Memang benar, banyak sekali orang-orang di zaman sekarang hanya melihat kesimpulan dari sebuah ayat dari kitab suci. Mereka enggan untuk menelaah apa yang melatar belakangi atau menyebabkan kesimpulan tersebut dikemukakan oleh nabi mereka.

Sebagai perbandingan, kita bisa tahu bahwa kesimpulan yang kita baca di semua jurnal ilmiah adalah sebuah kesimpulan yang ditarik dari berbagai macam penelitian yang sudah ditulis secara rinci sehingga mahasiswa yang membaca jurnal tersebut seolah bisa merasakan dan mengambil kesimpulan dan proses berpikir si peneliti, dan itu pun terkadang juga masih terperangkap dalam bias peneliti.

Apalagi jika pemuka agama hanya mengambil kesimpulan saja, tanpa menelaah latar belakang suatu ayat.

Memang berat sih, menjadi seorang pelajar agama. Kita mungkin terbiasa untuk mengambil sesuatu yang bermanfaat bagi kita dan tidak ambil pusing dengan detail yang memiliki kurang manfaat.

Apa gunanya orang muslim mempelajari mengapa riba diharamkan? Yang penting mereka tahu, riba itu haram dan tidak akan melakukannya.

Masih untung jika mereka hanya menjauhi riba untuk diri mereka sendiri, terkadang mereka malah membawa emosi mereka ketika melihat bahwa orang yang melakukan riba menjadi lebih kaya dari mereka sehingga membuat mereka marah dan memboikot riba serta menghina orang yang melakukan riba.

Padahal belum tentu orang yang melakukan riba itu mengambil kesimpulan yang sama dengan para muslim.

Selain itu, mereka juga menuruti kedengkian dalam hati mereka untuk menghina para riba, padahal Nabi Muhammad sudah mengambil kesimpulan bahwa dengki itu menghancurkan amalan.

Kenapa mereka hanya mengambil kesimpulan riba itu haram dan mengabaikan dengki itu menghancurkan amalan?

“Cherry Picking sekali” Gumam Claudia ketika memikirkan hal tentang riba dan juga kedengkian tersebut.

“Yap… Karena mereka hanya mengambil kesimpulan, dan kesimpulan itu benar-benar mudah untuk mereka cerna. Tetapi ada beberapa kesimpulan yang tidak sesuai dengan isi hati mereka sehingga mereka mengabaikannya” Jelas Alvaro.

Claudia tampak sedikit terkejut mengetahui bahwa Alvaro seolah bisa membaca isi hatinya.

“Mungkin sebagai seorang calon ilmuwan data, kau juga mengalami godaan yang seperti itu kan? Menyingkirkan data yang merusak data lainnya agar kesimpulannya sesuai dengan apa yang kamu harapnkan?” Kata Alvaro.

Claudia hanya mengangguk pelan mendengar ucapan dari Alvaro, meskipun dalam hatinya dia sedikit sakit hati juga jika dibilang bahwa dia mengalami godaan besar tersebut.

Yap… Semua ilmuwan data memang seperti itu, dan itu adalah hal yang harus dihindari sebagai kode etik mereka. Godaan untuk memanipulasi data agar sesuai dengan kesimpulan mereka.

Seperti yang dibilang Alvaro tadi, kesimpulan dari data bisa dengan mudah didapat daripada harus menjalani berbagai macam penelitian yang merepotkan. Itulah godaan terbesar dari ilmuwan data, membuat kesimpulan sebelum menyadari adanya data.

“Dan itu pula masalah pada sebagian pemeluk agama saat ini, mereka tidak memahami agama secara intrinsik dengan menjalani perjalanan spiritual seperti yang dilakukan oleh Buddha, tetapi mereka langsung mengadopsi kesimpulan dan nilai yang sesuai dengan hati mereka” Kata Alvaro.

“Bahkan bila itu tidak sesuai dengan hati mereka sekalipun, banyak orang yang mengadopsi nilai-nilai agama secara terpaksa karena mereka berada di lingkungan sosial pengadopsi nilai agama tersebut. Seseorang berpeluang untuk memeluk agama islam di Indonesia karena mayoritas orang Indonesia adalah orang islam” Lanjutnya.

“Meskipun terkadang hati mereka tidak cocok dengan kesimpulan dan nilai agama islam, tetapi karena nilai tersebut sudah diterapkan oleh ribuan orang disekitarnya, mau tidak mau mereka akan mengadopsi nilai tersebut. Selain sebagai kepentingan spiritual, nilai agama terkadang juga di gunakan untuk kepentingan sosial” Jelas Alvaro. Claudia tampak manggut-manggut mengerti ke mana arah pembicaraan Alvaro sejak kemarin.

“So, apakah kamu ingin aku melakukan perjalanan spiritual layaknya Buddha? Sepertinya kau kagum sekali dengan sosok pertapa tersebut” Sahut Claudia.

Gadis itu tampak nya memperhatikan bahwa selain menyebutkan berbagai macam kelemahan agama Katolik dan terkadang juga menyinggung para muslim, Alvaro sering kali membuat sebuah contoh yang mengangungkan Sidharta Gautama.

Alvaro tertawa renyah ketika mendengar nada suara Claudia yang tampaknya menjadi sedikit sinis dengan pendapatnya yang seolah menyudutkan Katolik dan mengangungkan Buddha/

“Tidak sejauh itu. Memang aku kagum dengan sosok pertapa Buddha itu, sejarah tentangnya juga tidak begitu lengkap di dokumentasikan, tetapi jika kau membaca tentang sejarah agama di dunia, kau mungkin bisa cukup mengagumi bahwa perjalanan spiritual dari agama Buddha cukup unik” Jelas Alvaro.

“Berbagai macam literatur membagi agama menjadi dua yaitu agama samawi dan non-samawi. Agama samawi adalah agama yang disebut berasal dari wahyu tuhan sedangkan non-samawi merupakan agama buatan manusia. Literatur yang ada juga merupakan sebuah bias, karena dari seluruh manusia di dunia ini, penganut agama samawi sendiri lebih banyak daripada penganut agama non-samawi” Lanjut Alvaro.

“Selain itu, penganut agama non-samawi ini begitu mudahnya terpencar-pencar karena pandangan pemuka agama yang cenderung berbeda sehingga mereka tidak mudah bekerja sama. Kepercayaan Shinto dan Hindu tentu saja berbeda, dan mereka memiliki sikap deal with it dan menghormati semua kepercayaan lain. Ini membuat mereka tidak bisa bekerja sama untuk urusan kepercayaan sehingga mereka tidak mau repot untuk membahas kepercayaan tersebut” Kata Alvaro.

“Berbeda dengan agama samawi yang dianut oleh mayoritas orang, mereka hampir semuanya setuju dan mampu bekerja sama menurut nilai universal yang mereka anut. Sekitar 20% penduduk dunia adalah orang Kristen, dan mereka bisa saja membela agama mereka di depan penduduk dunia lainnya, karena mereka tahu bahwa banyak orang yang akan setuju dengan kepercayaan mereka. Inilah yang membuat bias ketersediaan menjadi acuan dari literatur berbasis agama” Jelas Alvaro.

Mungkin orang lain yang mendengarkan pendapat dari Alvaro ini akan sedikit terkejut. Entah itu terkejut dengan pandangannya, tersinggung dengan sindirannya, atau terkejut dengan kenapa ada orang yang memikirkan hal tersebut?

Tetapi sepertinya Claudia sudah terbiasa dengan pandangan aneh yang didukung dengan statistik dan penalaran logis dari pria yang berada di depannya saat ini. Gadis itu cukup takjub dengan caranya mengambil kesimpulan yang seolah bebas dari stereotip, kepercayaan, dan umat dunia manapun.

Pikirannya benar-benar bebas berekspresi, seperti seekor elang yang terbang bebas di angkasa tak peduli apakah yang dia hadapi adalah sebuah gerimis, hujan es, badai, bahkan tornado sekalipun, yang dia lakukan hanyalah terbang dan berburu seperti biasanya.

“Dan, semua nilai yang mereka anggap adalah wahyu tuhan itu mereka sebarkan tanpa rasa takut, mengaku bahwa ini semua adalah kehendak yang maha kuasa, terlepas dari semua kepentingan pribadi. Mengaku bahwa wahyu berupa kesimpulan ini adalah nilai universal yang berlaku di seluruh dunia layaknya hukum fisika” Alvaro pun melanjutkan penjelasannya tentang agama samawi.

“Lalu, seperti yang ku bilang tadi, dengan kesimpulan dan ayat suci yang mereka propagandakan tersebut, banyak sekali orang yang mulai menganut wahyu tersebut setelah lingkungan mereka juga menganut wahyu yang sama agar diterima secara sosial oleh masyarakat lainnya. Dan, itulah yang terjadi sekarang ini, kebanyakan orang menerima kesimpulan dan ayat suci tersebut hanya untuk kepentingan sosial, sementara kepentingan spiritual mereka kosong” Kata Alvaro mengakhiri penjelasannya.

Claudia terdiam mendengar penjelasan dari Alvaro yang begitu, tidak umum di kalangan masyarakat sekarang. Kritikan yang cukup tajam juga bagi para kaum beragama yang hanya menganut agama untuk kepentingan sosial juga.

Jari-jari Alvaro tampak menari-nari di atas meja, menemani keheningan Claudia berpikir dalam alam nya sendiri, mencoba untuk mencerna apa yang dia dapat dari seluruh ocehan Alvaro. Beberapa saat kemudian dia sedikit terkesiap begitu menyadari sesuatu.

“So, jika kebanyakan orang hanya menerima kesimpulan dari ayat suci untuk kepentingan sosial, bukankah itu membuat mereka bekerja sama dan membangun peradaban secara sosial?” Tanya Claudia. Pemuda itu pun menghentikan tarian jarinya sambil memandang heran ke arah Claudia.

“Seandainya saja, manusia hidup tanpa agama, apakah kau mengira bahwa hidup mereka menjadi lebih baik?”

TBC

Wow… Sepertinya pembahasan tentang agama masih belum bisa saya selesaikan dan memiliki buntut yang lumayan panjang.

So, termasuk golongan apakah kalian? Orang religious intrinsik atau ekstrinsik?

Chapter Sebelumnya | Daftar Isi | Chapter Selanjutnya