Chapter 7.2: Wanita Idaman
Karma’s POV
24 Agustus 2021
“Sasa, ini ada titipan dari orang yang tidak mau disebutin namanya” Kataku pada gadis cantik yang sedang tersenyum kecil di depanku tersebut. Meskipun sedang tersenyum, aku masih bisa melihat adanya raut wajah kebingungan dan penasaran di wajah cantik tersebut.
“Dari siapa pak?” Tanyanya dengan nada penasaran.
“Ya, tadi ada orang yang bilang, titip buat Sasa” Kataku mengada-ada.
“Oh ya udah pak, Makasih ya” Katanya sambil mohon diri untuk keluar dari kantor.
Ya… Memang aku mengada-ada karena aku tahu siapa yang menitipkan kue tersebut kepada Sasa. Tentu saja Zack dong. Mungkin saja kata-kataku yang kubicarakan dengannya kemarin tidak masuk ke dalam telinganya sehingga dia kembali dimanfaatkan oleh Sasa, meskipun Sasa sendiri tidak sadar bahwa dia sudah memanfaatkan Zack.
Mungkin kalian juga sudah merasakan sendiri sih. Banyak orang yang suka memanfaatkan orang tetapi tidak sadar, atau bahkan ada yang secara sadar dan kemudian melakukan pembenaran dengan perbuatannya tersebut.
Misal saja, Sasa mungkin tidak pernah mengira dan tidak pernah meminta bahwa Zack akan memberikan kue kepadanya, tetapi mungkin dalam hatinya yang paling dalam dia juga mengharapkannya, mengharapkan untuk diberikan sesuatu sebagai tanda rasa suka seseorang kepadanya. Selain itu Zack juga mungkin hanya menganggap itu pemberian biasa, tetapi ketika suatu saat ada seseorang yang juga memberikan kue yang sama kepada Sasa dia pasti akan bingung dan merasa bahwa pemberiannya mungkin saja dilupakan oleh Sasa.
Dan kehidupan berjalan terus mengikuti siklus tersebut.
Aku pun pernah merasakan berada dalam siklus tersebut. Siklus di mana aku selalu memberikan kepada muridku sesuatu yang terbaik. Aku suka memberikan mereka snack saat pelajaran, atau sekedar memberikan sebatang coklat, atau bahkan membelikan makanan berat dan… meminjami uang.
Tapi begitu ada guru lain yang lebih keren dan berperilaku lebih baik daripada diriku, aku ditinggalkan.
Tidak, tidak, tidak, sekarang aku tidak merasa menyesal telah ditinggalkan muridku sendiri karena memang ada guru yang lebih keren dan memiliki hati yang lebih baik daripada aku. Bahkan sebaliknya, aku merasa sedikit bebas dan terkadang tertawa dalam hati begitu melihat guru baru ini bertindak seperti diriku pada tahun sebelumnya.
“Dari siapa itu tadi Pak?” Tanya guru baru tersebut. Namanya adalah Martin, dia seumuran denganku tetapi lebih stylish dan tentu saja lebih keren. Selain itu tutur katanya dan juga pembawaannya lebih percaya diri daripada aku sehingga dia menarik hati banyak murid.
“Rahasia dong pak, kan aku bilang bahwa orang itu tidak mau disebutkan namanya” Kataku sambil kemudian duduk di sebelah Martin. Hari ini kepala sekolah sedang dinas luar dan hanya kami berdua yang piket kantor sehingga kantor terasa sedikit sepi. Biasanya kepala sekolah yang selalu memberikan sedikit topik bahan pembicaraan yang seru sehingga terkadang kami semua larut ke dalamnya, sampai melupakan pekerjaan utama.
Tetapi untuk sekarang, pekerjaan yang dititipkan oleh kepala sekolah sudah kami selesaikan dan kami memiliki waktu untuk melakukan perenungan bersama.
“Anak-anak di asrama sini cenderung bebas ya pergaulannya” Celetukku. Entah mengapa sekarang aku merasa bahwa isu yang satu ini adalah isu yang sangat penting. Biasanya dalam asrama seperti ini, peraturan tentang lawan jenis merupakan salah satu peraturan yang cukup ketat. Tidak ada pacaran, tidak ada mengobrol antara cowok dan cewek dan tidak ada interaksi antara lawan jenis. Tetapi aku merasa bahwa di sini cukup bebas dan aku merasa itu adalah suatu isu yang penting untuk perkembangan anak.
“Iya sih, tapi menurut Pak Karma sendiri bagaimana? Lebih baik cewek yang diam dan alim serta menjaga pergaulannya atau cewek yang cukup populer?” Tanya Martin. Ha… Kenapa dia tiba-tiba menanyakan hal seperti itu?
“Tunggu sebentar, ini seperti soal-soal yang berada di pelajaran PKN SD. Soal-soal yang jawaban akhirnya pasti sudah jelas tanpa ada pengecoh. Kamu mau jawaban yang sesuai kunci jawaban apa jawaban pendapatku sendiri?” Tanyaku mencoba untuk berkelakar. Kami berdua pun tertawa kecil menertawakan kelakarku barusan.
“Semuanya ada positif dan negatifnya masing-masing sih. Cewek dengan pergaulan yang banyak juga nantinya akan pintar dalam hal mendeteksi penipuan yang akan dilakukan oleh anak kan?” Jawabku singkat saja. Martin pun mangut-mangut mendengar jawabanku yang terkesan diplomatis dan tidak memihak.
“Tapi kalo dari Pak Karma sendiri, sukanya yang seperti apa?” Tanya Martin.
Wow… Pembahasannya terlalu patah. Kenapa tiba-tiba dia peduli dengan tipeku? Apa dia tidak bisa mencari tipe perempuannya sendiri?
Aku pun sedikit terdiam mendengar ucapan tersebut. Jujur saja, saat aku ditanya seperti itu dalam pikiranku benar0benar terbayang sosok Intan, meskipun aku hanya mengira-ngira dan mencoba menebak kenapa aku membayangkan sosoknya. Tapi aku tidak mungkin dong memberikan jawaban langsung seperti itu, apalagi jika dia ternyata masih SMP sedangkan posisiku sebagai gurunya. Kan aneh banget.
“Ya… intinya sih aku tidak mau diribetin saja” Jawabku singkat.
Mungkin memang itu yang aku mau. Aku tidak mau diribetin dengan urusan cinta dan tetek bengeknya. Mungkin saja sekarang aku menyukai Intan, tetapi perasaan sukaku pasti hilang jika dia ternyata malah membuat hidupku semakin ribet. Kita semua punya masalah masing-masing dan mencoba menyelesaikannya masing-masing. Aku adalah tipe orang yang menyelesaikan masalahku dengan berpikir dan berdiskusi, bukan dengan merengek dan meminta orang lain untuk membantuku.
Misalkan sekarang, masalahku adalah pada penampilanku yang masih berantakan sehingga terkesan tidak menarik dan aku ingin berubah. Aku harus menemukan solusinya dengan berpikir dan berdiskusi, bukan malah mencari pembenaran dan mengatakan bahwa ‘suka kok memandang fisik’. Itu ribet dan meribetkan.
“Maksudnya?” Tanya Martin.
“Ya perempuan yang bisa memecahkan masalahnya sendiri, dan kemudian bisa terbuka dalam menerima saran serta tidak malu dalam meminta bantuan untuk memecahkan masalahnya” Jawabku mencoba untuk menjelaskan. Kami berdua pun sedikit terdiam dalam pikiran kita masing-masing.
Benakku masih memikirkan perasaanku terhadap Intan yang masih menjadi misteri.