Chapter 3.3: Sakit Hati

Karma’s POV
14 Juli 2021

“Mau apa kau ke sini sekarang? Bukankah sekolah baru masuk tanggal 19?” Kataku ketika melihat cowok berkacamata yang sekarang sedang berdiri di depan kantor dengan ekspresi datar tersebut.

Tidak ada jawaban. Pemuda itu langsung memasuki kantor tanpa berkata apa-apa kemudian duduk di depanku dengan ekspresi datar, sebelum akhirnya berubah menjadi ekspresi kebingungan.

“Jadi, begini pak…” Katanya sebelum akhirnya tiba-tiba terputus. Dia pun terdiam seperti orang linglung sambil menoleh ke kanan dan ke kiri, seolah-olah ada yang memata-matainya.

APA…!!!!

Apa sih maksud dari murid yang satu ini?

“Apaan sih?” Pekikku tidak sabar dengan murid yang tampak masih memikirkan apa yang akan dikatakannya. Kalo memang belum siap mau cerita, ya tidak usah cerita dulu. Persiapkan dulu semua argumenmu dengan matang dan juga perbaiki niatmu dulu mau bicara soal apa. Kalo kamu cuma mau di dengarkan saja, silakan curhat sama tembok saja karena itu membuang waktuku.

Tapi kalo kamu butuh solusi, kamu menghadapi orang yang tepat.

Itu hanyalah dialog yang ada dalam pikiranku saja. Tentu saja aku tidak akan mengucapkan hal tersebut karena aku juga merasa sedikit penasaran dengan masalah yang dialami oleh cowok yang satu ini.

Kalo kalian belum kenal cowok ini, dia bernama Romi. Dia anak kelas 11… oh, iya dia sudah naik kelas sehingga sekarang dia sudah kelas 12. Anak yang satu ini agak sedikit random, aku masih belum bisa menebak kemauan dan juga apa motivasinya untuk masuk ke dalam sini. Selain itu, tampaknya hobinya juga random dan juga sering kali tergantung mood dan tidak terlalu memiliki determinasi untuk mengembangkan hobinya.

Pendiam yang banyak omong, mungkin…

“Jadi begini…”

“Oke, sebelum kamu bercerita tentang masalahmu aku mau tanya terlebih dahulu, kenapa kau sudah datang ke sini?” Tanyaku dengan penuh penekanan pada murid random ini.

“La… ya, suka-suka saya dong. Kalo telat nanti juga dimarahi, diberi denda lagi. Masa saya gak boleh sedikit terlalu awal dulu gitu” Katanya dengan nada yang sedikit sewot.

“Ya bukan begitu juga, ini gurunya jadi repot kalo kamu tiba-tiba berada di sini tanpa pemberitahuan seperti ini. Asrama juga masih belum siap, makanan juga porsinya masih untuk anak baru saja, kenapa kau tiba-tiba berada di sini? Kan jadi menghabiskan satu jatah makanan lagi? Mikir dong…” Celotehku panjang lebar mendengar jawaban yang terkesan seenaknya sendiri tersebut.

Aku tidak terlalu marah sih, hanya sedikit merasa kesal saja jika ada orang yang selalu memikirkan dirinya sendiri seperti ini. Padahal tugasku juga belum selesai untuk merancang acara pengenalan sekolah untuk anak baru, kemudian harus mengatur sistem pembayaran untuk memasukkan nama anak baru, dan juga jadwal pelajaran yang benar-benar sangat memusingkan tersebut.

Dan kemudian anak ini tiba-tiba muncul entah dari mana dan menambah satu lagi bebanku untuk memberi nasehat pada anak ini, meskipun aku yakin itu tidak terlalu memberikan efek padanya.

“Ya kan aku nanti bisa saja makan di luar dan tidur di luar juga, kenapa bapak harus repot mengurusi hidup saya berada di asrama ini sih” Balasnya dengan nada yang lebih sewot lagi. Aku pun memutar mataku mendengar ucapan Romi. Ucapan dia sedikit ada benarnya juga sih. Kenapa aku harus khawatir dengan keadaan Romi, toh dia juga cowok, kalo lapar dia pasti cari makan sendiri, kalo mau tidur juga tinggal digeletakkan di tengah jalan pun tidak ada yang mau menyentuhnya.

Beda lagi dengan cewek… So, biarkan saja lah dia berbuat apa yang dia mau.

“Terserah lah, terus apa yang mau kamu bicarakan di sini?” Tanyaku melanjutkan pertanyaanku yang masih belum terjawab tadi. Dia pun merogoh saku jaketnya untuk mengambil sesuatu dari dalam saku tersebut. Sialan… kenapa sih dia tidak bicara saja dulu sebelum menunjukkan padaku apa yang akan dia keluarkan dari jaket tersebut? Apakah isi dari saku jaketnya merupakan hal yang penting?

Sebuah batang panjang berwarna kuning keemasan keluar dari saku jaket tersebut. Dia pun meletakkan benda tersebut di atas meja sebelum akhirnya menatap kembali ke arahku. Aku pun memandangnya dengan tatapan heran melihat benda tersebut berada di depanku.

Apaan sih maksudnya bocah ini? Kenapa dia memberikan sebatang coklat kepadaku? Sekarang 14 Juli bukan 14 Februari, bego. Meskipun ini 14 Februari sekalipun, kenapa kamu memberikannya kepadaku. Apa kau tidak punya orang lain yang bisa menerima coklatmu?

“Apa ini maksudnya?” Tanyaku mencoba untuk menahan hasrat untuk mengumpat di depan wajahnya.

“Jadi begini pak. Aku itu hanya ingin bilang bahwa, jika cewek itu sudah sakit hati maka pemberian seperti apa pun itu juga tidak akan berguna” Katanya dengan nada datar, seolah ingin memberikan kutipan, tetapi yang keluar ternyata hanya kicauan aneh, dengan ekspresi yang lebih aneh lagi.

“Stop, hentikan semua ocehan anehmu itu. Minum obat sana” Kataku sambil mengisyaratkan kepadanya untuk segera pergi dari kantor sebelum mata dan telingaku berdarah.

“Bentar dong, aku mau cerita dulu” Katanya memberhentikan isyaratku. Aku pun duduk dan mendengarkan semua celotehannya yang aku yakin tidak ingin kalian baca di sini, kecuali jika kalian ingin mengidap penyakit mata. So, akan aku ceritakan saja versiku daripada otak kalian sakit karena memikirkan apa yang dia bicarakan denganku.

Intinya adalah, dia pernah dekat dengan seorang cewek. Entah bagaimana awalnya aku tidak peduli, pokoknya dia dekat dengan cewek.

Aku pernah mengintip layar ponselnya di mana dia sedang chat dengan cewek tersebut meskipun aku tidak paham apa isinya, tetapi dengan chat itu aku sudah menduga bahwa mereka semua punya hubungan. Selain itu, sebelumnya mereka berdua juga pernah bercanda tidak jelas ketika aku sedang bekerja di kantor yang membuatku kesal setengah mati sehingga aku mengusir mereka berdua dengan sapu.

Sebenarnya waktu itu mereka tidak hanya berdua, tetapi ada beberapa anak lain yang juga ikut aku usir dengan sapu juga.

Oke, cukup dengan latar belakang hubungan mereka berdua. Nama dari cewek itu adalah Lia. Aku kenal dengan orangnya, cewek yang gak kalah aneh dengan Romi. Entah hubungan apa yang mereka jalin, tetapi tampaknya jika melihat dari ketatnya peraturan yang ada di asrama, mereka mungkin saja tidak jadian atau bagaimana.

Intinya mereka saling suka begitu saja.

Setelah itu, ceritanya si Romi melihat status WhatsApp dari salah satu teman Lia dan kemudian membalasnya. Temannya ini tampaknya juga sedikit membalas chat dari Romi, meskipun aku sendiri juga ragu bahwa gadis yang satu ini memiliki perasaan dengan Romi.

Dan… berita bahwa Romi ini saling mengobrol dengan gadis baru ini dengan mudah tersebar di kalangan teman-temannya, termasuk si Lia ini.

Jadilah sekarang Lia marah dan kesal dengan Romi dan tidak mau menerima coklat dari Romi. Ya, kalo masalahnya seperti itu sih, untuk sekarang aku masih mau untuk menerima coklat dari Romi. Sayang banget dia sudah beli cukup mahal juga.

“Siapa sih memangnya yang kau balas statusnya itu?” Tanyaku sedikit penasaran dengan siapa yang sudah merusak hubungan aneh mereka.

“Hmmm… Jasmine”

Sialan… Boleh juga seleranya.