Chapter 2.1: Motivasi Spesial
Karma’s POV
30 Juni 2021
“Karma… Buruan bangun” Sebuah suara menyeruak masuk ke dalam telingaku yang sepertinya masih terbuai oleh alam mimpi. Kelopak mataku masih terasa sangat berat sampai-sampai aku sendiri tidak bisa mengangkatnya dengan mudah. Sebuah cahaya yang sangat tidak aku harapkan memasuki mataku sehingga refleks aku menutupnya kembali dengan lenganku.
“Iya” Teriakku agar ibuku tidak terus menerus berteriak ketika menyadari aku sudah bangun sehingga aku masih punya waktu beberapa menit untuk bisa mengistirahatkan…
Kriett…
Duh… Sial
Tanpa diberitahu pun aku sudah mengerti bahwa ibuku sudah membuka pintu kamarku dan kemudian mempersiapkan semua omelannya sehingga aku tidak punya pilihan lain selain untuk duduk dengan mata setengah tertutup dan beringsut menuju ke kamar mandi dengan malas.
Hari ini aku masih libur sekolah sehingga seperti biasanya, tadi malam aku begadang sampai hampir Subuh. Tentu saja kelopak mataku masih terasa sangat berat sekali ketika aku dibangunkan dengan tidak elit oleh ibuku. Aku pun langsung melakukan rutinitas ibadahku secara cepat dan terukur sebelum akhirnya aku kembali ke kamarku untuk melanjutkan istirahatku yang masih belum memuaskan.
Kalian penasaran dengan apa yang aku lakukan ketika begadang?
Tentu saja aku bermain game, menonton drama dan berbagai macam hal menyenangkan lainnya. Aku tidak begitu suka keluar rumah karena aku merasa bahwa di dalam rumah tersedia banyak sekali hiburan. Selain itu, jika kamu sudah capai dengan segala macam hiburan yang berada di dalam rumah, kamu bisa dengan mudah mengistirahatkan punggungmu di atas kasur yang selalu siap sedia di dalam kamar.
Apakah itu semua kurang menyenangkan?
Bulan ini aku sudah menghabiskan separuh gajiku untuk membeli game yang legal sehingga aku bisa bermain dengan tenang. Selain itu aku juga menonton film di sebuah penyedia film legal yang memerlukan biaya berlangganan setiap bulan. Entah kenapa aku begitu boros untuk menghabiskan uangku kepada barang-barang yang bermaksud untuk menghiburku.
Aku membeli begitu banyak buku, meskipun sebagian besar masih belum aku baca, tetapi entah kenapa aku masih saja ingin untuk membaca lebih banyak dan menjadi lebih baik. Beberapa buku yang kubaca menyarankan agar kita bisa terus menerus menginvestasikan uang kita kepada pengetahuan.
Semua hal akan berubah.
Barang bisa rusak, tampang bisa menua, dan saham mungkin bisa saja turun mendadak, tetapi apa yang kita masukkan ke dalam pikiran kita akan membentuk bagaimana kita seharusnya. Semakin kita mengetahui banyak hal, semakin banyak kemungkinan yang bisa kita lakukan untuk menjalani kehidupan kita.
Dan semakin banyak kemungkinan yang bisa kita ambil, maka semakin besar juga peluang kita untuk menjalani kehidupan ini dengan lebih baik.
So, bukankah berinvestasi dengan membaca buku merupakan hal yang benar-benar penting?
-0-
“Masih tidur juga? Sudah jam berapa ini?” Sebuah suara kembali memasuki telingaku yang saat itu masih terbuai dengan alam mimpi. Aku mengenal suara ini, dan jika suara ini berasal dari dalam kamarku, artinya aku sekarang benar-benar dalam bahaya.
Secara refleks aku pun langsung bangkit dari tidurku dan kemudian duduk dengan tampang yang masih penuh dengan iler. Kelopak mataku masih terasa sangat berat, kurasa tidurku masih kurang dari biasanya. Tanganku pun meraba-raba di samping bantalku untuk mencari ponsel yang sudah biasa kuletakkan di samping kepalaku ketika aku sedang tidur.
Ini masih pagi kan?
Kulihat dua buah angka yang berjejer di layar ponselku yang masih mati tersebut sebelum akhirnya kulempar ponsel tersebut kembali ke alamnya.
Sial, aku tertidur lagi. Pagi ini seharusnya aku membuat surat dan menerbitkan artikel yang sudah aku tulis kemarin.
“Segera sarapan, sudah matang sejak tadi” Omel perempuan yang tadi memasuki kamarku sebelum akhirnya menutup kamarku dan kembali berjalan menuju dapur. Aku pun bersiap untuk berdiri sambil merutuki diriku sendiri karena sudah tertidur setelah salat Subuh dan kemudian bangun jam 7.
Aku sebenarnya memiliki jadwal yang begitu teratur. Saat hari libur aku biasanya menulis suatu artikel untuk aku terbitkan di situsku sendiri dan juga membaginya kepada beberapa pengikutku di Twitter dan juga Instagram. Tapi apa daya tadi malam sepertinya aku tidur terlalu malam dan tidak bisa bangun tepat waktu.
-0-
“Kalo terlalu siang seperti ini ide pasti buntu sepertinya” Keluhku sambil menyandarkan punggungku ke kursi laptopku. Jariku masih bersandar pada papan ketik sambil menunggu ada inspirasi yang datang menuju ke otakku.
Tapi, entah kenapa aku tidak bisa menulis apa pun hari ini. Sepertinya ini sudah terlalu siang untuk otakku berpikir tentang tulisan apa yang akan aku tulis kali ini. Mataku pun menerawang ke atas laptopku di mana sebuah kalender terpampang di dinding atas laptopku.
“Eh…” Gumamku tiba-tiba ketika aku menyadari sesuatu.
“Sekarang sudah akhir Juni ya… berarti…”
Pas banget deh.
01 Juli 2021
“Oke, sudah selesai” Gumamku sambil mendesah pelan di belakang meja kerjaku. Aku pun mengangkat kertas yang berada di depanku dan kemudian memiringkan kepalaku untuk meneliti apakah ada tidak cocok dengan maksud dari tulisanku. Senyuman kecil kusunggingkan dari bibirku ketika melihat ternyata aku bisa menulis dengan bagus juga.
Tahun ini aku diberi tugas untuk menjadi seorang wali kelas dan besok adalah pembagian rapor khusus untuk anak SMK. So, hari ini aku sudah mempersiapkan beberapa hal yang akan aku bicarakan dengan murid-murid binaanku.
Ya… mungkin sebagian besar aku hanya akan membicarakan masalah tentang semangat belajar dan juga tentang sikap yang harus mereka kembangkan sebelum memasuki dunia kerja, karena dua hal tersebut saling berhubungan dan mungkin akan bisa menjadikan bekal yang sangat berguna untuk mereka nantinya.
Dan juga… aku sudah mempersiapkan sesuatu untuk salah seorang muridku yang paling spesial.
Betul sekali… tulisan yang sejak tadi aku tuliskan ini merupakan sebuah slogan yang akan aku berikan kepada muridku yang spesial ini. Tulisan dengan judul, ‘for the number one’.
Namanya Dita, dia merupakan murid yang cemerlang, periang, dan memiliki semangat yang sangat tinggi untuk belajar. Aku sempat tertarik dengan kepribadian seperti itu sejak dia pertama kali masuk sekolah.
Tetapi akhir-akhir ini sepertinya dia berubah. Aku masih belum tahu apa yang menyebabkan dirinya berubah, tetapi sepertinya pembelajaran online benar-benar membuatnya bosan sehingga sekarang semangat belajarnya benar-benar turun sehingga mungkin aku tidak mengenali dirinya lagi sekarang ini.
Terdengar aneh bukan?
Tidak, tidak, bukan karena dia operasi plastik atau karena sekarang dia berubah menjadi Kamen Rider atau Ultraman. Dia tetap Dita yang periang, suka sekali bikin mood orang jadi bagus, terkadang terlalu percaya diri, dan aku akui memang dia memiliki paras yang cantik.
Hanya saja aku masih berharap ada sesuatu dalam dirinya sana yang aku kenal seperti aku mengenal Dita yang dulu.
Kulihat lagi kertas yang baru saja aku tuliskan di depanku. Dalam hatiku, aku masih bertanya-tanya apa kira-kira yang mendorongku untuk memberinya surat dan hadiah kecil seperti ini? Aku pun berdiri dari tempat dudukku dan kemudian berjalan ke arah kotak hadiah yang kubeli kemarin dan kemudian membuka isinya. Sebuah buku berwarna coklat kusam tampak tergeletak dengan posisi yang aneh karena aku membeli kotak hadiah yang terlalu kecil bersama dengan sebatang coklat mini yang tersembunyi di bawah buku catatan tersebut. Apa kira-kira yang mendorongku untuk membeli semua ini?
Dan yang paling penting lagi, apakah yang akan dilakukan Dita ketika aku memberinya hadiah seperti ini? Apakah dia akan mengira bahwa aku menyukainya dan kemudian dia akan ilfil? Atau dia akan menjadi bersemangat kembali karena aku mendukungnya? Atau dia akan bereaksi sesuatu yang benar-benar tidak aku duga?
Aku pun kembali duduk di depan meja kerjaku dan memikirkan kembali apa yang aku harapkan saat aku memberikan sedikit hadiah kepada muridku. Kuingat-ingat kembali apakah guru yang lain pernah melakukan hal yang sama kepada muridnya sehingga aku bisa memberikan argumen ketika Dita menjadi salah paham dengan motivasiku, meskipun aku sendiri tidak tahu apa motivasi yang mendasariku memberinya hadiah.
Terkadang menjadi overthinking memang menyebalkan.