Epilog 1.3: Apa Maumu?

Karma’s POV
29 Juni 2021

“Akhirnya aku bisa liburan juga” Kataku sambil bersiap untuk menancapkan charger laptopku dan bersiap untuk kemungkinan…

ZAP

“Abang… Kalo mau mengisi baterai laptop bilang-bilang dong” Sebuah teriakan kecil terdengar mengeluh dalam kegelapan sementara aku segera berlari menuju ke arah sekering yang berada di depan rumah dan kemudian mencoba untuk menekan tombolnya. Rumahku kembali terang benderang setelah insiden yang sudah kupersiapkan barusan.

“Kenapa sih? Kamu lagi mengerjakan tugas dengan laptopmu?” Tanyaku kepada seorang perempuan yang sedang duduk dengan memasang ekspresi kesal di atas tempat tidurnya. Listrik di rumahku memang bisa dibilang memiliki tegangan yang kecil. Selain kami sekeluarga juga tidak begitu membutuhkan tegangan yang besar di listrik kami, ayahku dan aku juga tidak mau menyibukkan diri untuk mencoba meminta peningkatan tegangan untuk rumah kami. Semuanya adalah hal yang merepotkan.

Oke, kembali lagi ke bahasan yang terputus gara-gara kelebihan tegangan yang menyebabkan mati listrik tadi. Namaku adalah Karma, aku adalah seorang guru yang masih belum lulus kuliah, dan bahkan bukan kuliah pendidikan.

Menjadi guru mungkin adalah salah satu pekerjaan yang paling terakhir aku harapkan, meskipun waktu kecil dulu aku pernah bercita-cita untuk menjadi guru. Tetapi ketika aku menyadari bahwa aku sendiri tidak memiliki bakat untuk menjelaskan secara detail dan juga terlalu pemalu untuk berbicara di depan, aku memutuskan untuk ingin menjadi seorang programmer, meskipun ternyata takdir benar-benar menuntunku untuk menjadi guru.

Aku sudah mengajar selama dua tahun terakhir ini, tanpa mengurusi masalah kuliahku meskipun aku sudah di desak oleh kepala sekolah untuk segera menyelesaikannya. Tetapi aku masih tidak mau.

Alasannya? Karena ternyata mengajar juga mengasyikkan.

Selama dua tahun terakhir ini aku menemukan keasyikan sendiri untuk mengajar dan juga mempelajari apa yang harusnya aku ajarkan. Jika kalian bertanya tentang hobiku, aku hobi membaca dan belajar sesuatu yang baru dan bisa mengembangkan pikiranku serta memperluas perspektifku sehingga aku bisa menjadi lebih baik lagi. Dan mungkin saja dengan menjadi guru aku bisa membuka potensiku dan juga potensi muridku sendiri.

Sudah, cukup cerita tentang diriku, kita akan mulai liburan kita dengan sesuatu yang benar-benar baru, yaitu gam 4X yang baru saja aku beli pagi tadi. Aku pun menekan tombol untuk menyalakan laptopku dan kemudian menunggunya untuk menyala. Tidak begitu lama sih, karena aku sudah membelikan beberapa perangkat yang pastinya akan menambah kinerjanya dan…

Wus… Kurang dari satu menit aku sudah bisa membuka game yang aku beli tadi pagi.

Tadi pagi adalah hari pembagian rapor untuk anak SMP dan kemudian kami diberikan jatah libur untuk mengistirahatkan kepala kita sejenak, meskipun lusa aku harus masuk lagi untuk membagikan rapor bagi anak SMK. Mungkin beberapa dari kalian akan memilih untuk menghabiskan waktu di luar bersama teman-teman atau bahkan pacar kalian, tetapi aku lebih memilih untuk bermain game yang cukup mengasyikkan ini.

Bicara soal pacar dan pasangan, akhirnya kemarin aku menemukan siapa yang mengirimkan surat kepada Rei saat hari pertama ujian.

Rei adalah salah satu muridku. Dia masih kelas 8 sehingga aku sendiri ragu bahwa dia bisa mengerti apa yang sudah kubicarakan padanya. Ada seseorang yang melapor padaku bahwa Rei memberikan kata sandi Instaramnya kepada salah seorang siswi yang sepertinya disalahartikan dengan sesuatu yang… bisa dibilang berhubungan dengan romansa.

Padahal, Rei yang aku kenal orangnya mungkin tidak terlalu sibuk dengan cewek dan malah sibuk dengan game nya sendiri. Jadi, kemarin aku memanggilnya dan kemudian kembali memberinya nasehat yang berhubungan dengan cewek yang kemarin dia beri kata sandi Instagramnya.

Waktu itulah aku melihat salah seorang anak kelas 7 yang bertingkah aneh ketika melihat kami berdua berbincang-bincang.

Tidak, aku tidak hanya mengira-ngira, tetapi bahasa tubuhnya sangat mudah sekali untuk ditebak saat dia bersama dengan temannya. Awalnya mereka berdua mungkin berjalan bersama dengan santai sampai kemudian salah seorang dari mereka tampak berhenti secara tiba-tiba saat melihat kami berdua.

Rei memang berwajah cukup tampan sehingga aku tidak merasa heran jika akan ada adik kelas yang juga suka padanya. Dan seperti biasa, rasa penasaranku benar-benar butuh untuk dipuaskan sehingga aku meminta wali kelasnya untuk menyerahkan pembagian rapor kelasnya kepadaku hanya untuk memberikan sedikit kejutan kepada anak tersebut.

Dan… memang dia anaknya.

“Cih” Desahku kesal dengan apa yang ada dalam pikiranku.

Aku kembali mengingat apa yang aku ceritakan kepada Rei saat aku sedang menghakimi dia atas perbuatannya pada teman sekelasnya. Dan aku sungguh kesal dengan jawaban anehnya yang dengan entengnya berkata Ya… aku kan anak baik, jadi aku memberinya kata sandi biar dia bisa merasakan sedikit perhatianku.

Tidak, tidak, tidak. Aku tidak merasa cemburu dengan kepopuleran dari muridku sendiri. Tetapi, aku benar-benar merasa muak pada seseorang yang tidak tahu apa maksud dia melakukan sesuatu.

Apa sih maksud dari bocah SMP ini? Kenapa dia seolah-olah terlalu percaya diri dengan apa yang dia perbuat tanpa mengerti apa yang mendorongnya dibalik semua itu? Lalu ketika dia tertimpa masalah karena apa yang dia perbuat, siapa juga yang akan dia salahkan?

Apakah menurutnya ketika dia bisa mendapatkan seorang gadis sebagai pelarian karena gadis yang dia suka tidak membalas perasaannya itu akan membuatnya bahagia? Dasar bodoh, aku benar-benar muak dengan orang-orang seperti itu.

Mereka seolah hanya memikirkan apa yang menyenangkan bagi mereka saat ini. Mereka sebenarnya merasa sakit hati karena cinta mereka ditolak dan kemudian mencari penghibur diri bahwa masih ada seseorang yang mencintai mereka, tetapi mereka masih mengharapkan cinta dari seseorang yang menolak mereka. Itu bodoh banget.

Itu sama seperti saat kalian mau ke Surabaya, tetapi jalannya lagi ditutup untuk waktu yang tidak ditentukan, dan kemudian kalian mencoba jalan-jalan memutar untuk ke Surabaya, bahkan sampai menerobos jalan yang ditutup agar sampai ke Surabaya. Padahal kalian sendiri tidak tahu apa yang kalian mau saat kalian di Surabaya?

Dan parahnya lagi, saat kalian sudah sampai di Surabaya dengan perjuangan mati-matian, kalian baru menyadari bahwa Surabaya ternyata hanya kota panas yang tidak menarik bagi kalian.

Cinta buta kalian juga seperti itu kan? Kalian mencoba untuk menghibur diri setelah kalian semua ditolak dengan menjadikan beberapa orang sebagai pelarian dan menghalalkan segala cara agar cinta kalian bisa terbalaskan. Padahal kalian semua tidak tahu, apa yang membuat kalian cinta pada orang itu.

Dan lebih bodohnya lagi, ketika kalian berhasil membuat cinta kalian terbalas, kalian baru menyadari bahwa kalian mencintai orang yang salah.

Mungkin kalian merasa bahwa kalian mencintai orang yang tepat dan akan hidup bahagia selamanya, tetapi… percayalah, aku sudah pernah merasakannya sendiri bagaimana orang yang awalnya kelihatan tepat menjadi orang yang tidak tepat.

Kisah inilah yang aku ceritakan kepada Rei saat aku menghakiminya sebulan yang lalu, kisah tentangku yang menyukai muridku sendiri. Aku sudah berjuang cukup lama dengan muridku sampai akhirnya aku berhasil mendapatkan hatinya. Tetapi setelah itu yang kudapat hanyalah kehampaan dan juga gangguan yang tidak aku sangka.

Saat kalian sendiri tidak mengetahui apa yang kalian inginkan dari kehidupan romansa kalian, kalian juga tidak akan mengetahui apa yang akan kalian dapatkan di akhir. Tetapi sering kali apa yang kalian dapatkan hanyalah kekecewaan.

Game sudah dimulai, tetapi pemikiranku masih berada di awang-awang. Entah kenapa memikirkan hal tersebut membuatku kembali memikirkan kembali apa yang harusnya aku dapatkan dari sebuah rasa suka.