Chapter 1.1: Rei dan Guru Gila
Rei’s POV
9 Juni 2021
“Sekarang kutanya sekali lagi, apa yang membuatmu melakukan hal tersebut? Bukankah kau juga harusnya tahu kan akibatnya? Gimana kalo kamu di demo seluruh kelas hanya gara-gara masalah ini?”
Pertanyaan demi pertanyaan yang sangat membingungkan hanya bisa membuatku terdiam tanpa mengerti apa yang dimaksudkan oleh guru yang berada di depanku ini. Aku tidak begitu mengerti apa yang dijelaskan oleh guru ini baru saja, dan kurasa kalian juga tidak akan mengerti dengan penjelasan dari guru aneh yang berada di depanku ini.
Namaku Rei, aku sekolah di sebuah sekolah swasta yang bisa mengedepankan sebuah konsep yang namanya adalah boarding school. Aku sendiri tidak tahu apa yang dimaksud dengan boarding school, tetapi begitu mendengar sesuatu dengan kalimat bahasa Inggris meskipun itu terdengar asing di telinga kita, tetap saja itu menjadi sebuah hal yang keren.
Intinya sih, sekolah ini dilengkapi dengan asrama dan mewajibkan kita untuk berada di dalam asrama untuk melakukan proses belajar dan mengajar.
Dan percayalah, itu tidak sekeren kedengarannya.
Mungkin saja kalian merasa bahwa sekolah dengan asrama itu adalah sesuatu yang keren dan hanya bisa ditempuh oleh orang-orang pilihan yang memiliki uang banyak karena harus membayar uang kos dan juga uang untuk administrasi pendidikan. Tetapi kenyataannya tidak seperti itu.
Sekolah di boarding school sangat membosankan, meskipun aku sendiri juga tidak bisa menyalahkan orang tuaku karena sudah menyekolahkanku ke sini sih, hanya saja di sini benar-benar membosankan.
Kalian tidak boleh keluar dari asrama selama jam sekolah dan hanya diperbolehkan untuk keluar dari asrama saat hari Minggu pagi untuk berbelanja keperluan yang akan kalian gunakan selama seminggu, dengan uang sisa yang mungkin saja sudah kalian habiskan karena jadwal pengambilan uang adalah hari Sabtu.
Selain itu, kalian tidak boleh membawa ponsel, novel, dan berbagai macam alat yang bisa digunakan untuk menghibur diri, kecuali alat-alat membosankan selama menjadi pelajar.
Belum lagi para siswa yang ada di sini juga tidak semuanya siswa yang normal. Kalian bisa menemukan segala macam jenis manusia di dalam boarding school mulai dari yang suci layaknya malaikat, sampai dengan manusia paling menjengkelkan sehingga setan pun akan jengkel jika berteman dengannya.
Ya… Mungkin bisa dibilang bahwa ini adalah pengalaman yang cukup bagus untuk diceritakan nantinya kepada adik atau pun saudara kita.
“Hai… Kenapa kau malah melamun?” Pekik guru berkacamata tebal tersebut.
Sial… Gara-gara aku bercerita dengan kalian aku jadi terkena semprot oleh guru yang satu ini.
Nama guru yang ada di depanku ini adalah Karma. Aku tidak begitu mengenalnya secara pribadi karena dia bukan guru yang mengajar di kelasku dan aku tidak mau repot-repot untuk berkenalan dengan seluruh guru yang ada di dalam sekolah ini. Kenapa kita harus kenal dengan semua guru yang ada dalam sekolah ini? Setelah lulus juga mereka akan kita lupakan.
“Ya, ya, ya… Nanti akan aku ubah saja, kayaknya terlalu ribet jika harus berurusan denganmu” Kataku sambil memutar bola mataku menghadapi Karma.
Mungkin nada bicaraku terkesan tidak sopan dengan orang yang bisa dibilang menjadi pahlawan tanpa tanda jasa ini, tetapi jika beliau tidak keberatan dengan nada bicaraku, kenapa aku harus repot-repot untuk bersikap sopan terhadap dia?
“Aku tidak mempermasalahkan hal itu, aku hanya ingin tahu apa motivasimu untuk melakukan hal tersebut? Setelah aku tahu tentang motivasimu, ya sudah aku lepas tangan saja. Jika kau tidak mau memberikan motivasimu maka terpaksa aku akan mengungkapkan dugaanku kepada kepala sekolah tentang dirimu” Katanya sambil menatapku dengan tatapan tajamnya.
Guru yang satu ini sebenarnya bukan orang yang mengerikan, bahkan tatapan tajamnya hanya membuatnya seperti orang kelaparan yang minta diberi makanan.
Tetapi, jika kalian bertanya kepadaku tentang pendapatku soal guru yang ini, aku akan mengatakan bahwa guru yang satu ini benar-benar gila.
Tidak, tidak, ini bukan gila seperti orang yang suka tertawa sendiri di tengah jalan sehingga memaksa dokter untuk segera membawanya ke rumah sakit jiwa, tetapi ini adalah gila soal pemikirannya yang terkadang berada di luar pemikiran kebanyakan orang.
Lihat… siapa yang tiba-tiba memanggil muridnya hanya karena aku memberitahukan password Instagramku kepada salah seorang teman kelas sebelah? Kan itu adalah passwordku, jadi kenapa aku harus meminta izinnya terlebih dahulu untuk memberikan sesuatu milikku kepada orang yang aku inginkan? Dasar guru gila.
Tetapi sepertinya dia bisa melihat jauh ke dalam pikiranku tentang apa yang sebenarnya aku maksudkan, meskipun aku sendiri tidak bisa melihat maksud diriku yang sebenarnya untuk memberikan password tersebut kepada orang lain.
Dan kemudian di sinilah aku, duduk di dalam ruangannya menunggu hasil interogasinya keluar setelah dia menceritakan beberapa hal yang berhubungan dengan kasusku tadi. Aku sudah sedikit merasa bosan dengan apa yang dia ceritakan sehingga aku akan langsung membuat pernyataan bahwa aku akan mengubah passwordku sehingga tidak ada yang tahu lagi.
Tapi, guru yang ada di depanku ini masih bersikeras untuk mengetahui apa motivasiku memberikan passwordku kepada orang lain.
Yang tentu saja sebenarnya dia sudah memiliki tebakannya, tetapi sepertinya dia ingin mendengar kata-kata yang keluar dari mulutku.
Sialan…
“Ya… Harusnya kau sudah tahu kan perasaannya kepadaku, jadi aku memberikannya password Instagramku agar dia bisa merasakan sedikit bahwa mungkin saja aku juga punya perasaan kepadanya” Jawabku tanpa sedikit pun merasa bersalah. Sebenarnya aku juga tidak bisa mempermasalahkan apa yang aku perbuat sih.
Aku masih belum tahu apakah ini benar atau salah, tetapi asyik saja jika ada seseorang yang suka sama kita dan kemudian kita kasih harapan gitu. Bisa dibilang sebagai penjagaan apabila aku ditolak, aku masih punya seseorang buat pelarian.
Tapi sepertinya guruku yang satu ini memiliki pendapat lainnya. Dia tampak memejamkan matanya, seolah mencari kata-kata yang tepat untuk menyampaikan maksud yang ada di dalam otaknya sebelum akhirnya menatap mataku dengan tatapan yang tajam.
“So, kau mau mencoba membuat dia jadi pelarian seperti itu?” Tanyanya.
Ha… Bagaimana dia bisa mengetahui apa yang sebenarnya aku pikirkan? Apakah jangan-jangan dia ini memiliki gen mutan dari profesor X di X-Men?
“Tidak…. Mmmm…. Tidak juga” Kataku sambil menelan ludahku, mencoba untuk tidak terlihat seperti orang yang sedang berbohong di depannya. Jika dia bisa menebak apa yang aku pikirkan baru saja, mungkin saja dia bisa menebak juga apa yang sebenarnya terjadi sehingga aku harus berhati-hati dengan guru yang satu ini.
“Bagaimana dengan Claudia?”
Aku pun terlonjak begitu mendengar nama kakak kelasku disebut. Dia hanya menatapku dengan tatapan aneh ketika melihatku tiba-tiba saja terlonjak begitu mendengar nama tersebut.
“Sejauh apa yang kau tahu?” Tanyaku sambil kembali bersikap yang baik setelah kejadian barusan. Claudia adalah kakak kelasku dan aku memang menyukainya karena dia sangat cantik sekali.
“Entah, aku juga gak bisa menjelaskannya. Jadi, kau memang membuatnya jadi pelarian karena Claudia tidak suka denganmu?” Tanya Karma sambil memutar bola matanya. Aku tampaknya sudah tidak punya apa-apa lagi untuk dikatakan.
Jika kalian memang sudah mengerti kasusku, kalian pasti juga akan berpikiran bahwa aku menyerahkan passwordku kepada salah seorang teman sekelasku ini hanyalah sebagai pelarian karena aku ditolak oleh Claudia. Mungkin saja memang seperti itu dan aku masih merasa menghibur diri dengan mengatakan bahwa ada seseorang yang menyukaiku walaupun aku sudah ditolak.
Tetapi yang jadi masalah adalah kenapa guru di depanku ini peduli banget sama kisah cintaku yang menyedihkan. Apa dia tidak punya pekerjaan lain yang lebih penting daripada mengurusi masalah percintaan muridnya? Cari jodoh begitu mungkin.
“Ya, mungkin kau bisa bilang begitu juga” Jawabku mencoba untuk tidak membuka lebih jauh lagi apa yang bisa dia tahu dari diriku. Aku mengira bahwa dia memang mengambil kesimpulan dari ekspresi yang aku keluarkan sehingga sekarang aku lebih berhati-hati dalam mengeluarkan ekspresi dan jawaban dari reaksinya.
Dia pun memutar bola matanya dengan ekspresi bosan. Mungkin dia sedikit bosan ketika mendengar jawabanku yang mungkin saja terdengar sangat diplomatis seolah aku bisa saja salah ucap dengan beberapa hal yang aku pikirkan.
“Dasar… Kau tahu, aku akan menceritakan sesuatu kali ini. Mungkin kau mengira aku kurang kerjaan jika harus mengurus apa yang kamu mulai, tapi percayalah… Apa yang kalian dapat di ujung sana hanyalah kehampaan” Wow… kenapa dia tiba-tiba saja mengeluarkan kata-kata mutiara semacam itu sih, apa dia sedang kerasukan arwah penyair zaman dulu?
“Kadang kala kita terlalu berharap banyak dengan perempuan yang kita suka, bahkan sampai berkhayal segala. Padahal jika kita mendapatkannya, apa yang kita dapat itu terkadang tidak begitu banyak dan tidak membuat kita bahagia” Apa katanya? Aku pasti akan bahagia kok jika aku bisa mendapatkan Claudia.
Aku pasti akan setia
Aku pasti akan membuatnya bahagia.
Dan kemudian aku akan masuk surga.
“Sorot matamu mengatakan kau tidak percaya dengan ucapanku barusan. Terserahlah, tapi akan aku ceritakan sedikit tentang pengalamanku” Aku pun membelalakkan mataku ketika menyadari bahwa dia bisa membaca pikiranku hanya dengan menatap mataku saja. Siapa orang yang berada di depanku ini?
Beberapa saat kemudian telingaku dipenuhi oleh beberapa kisah romansa yang dia alami selama dia masih muda dan yang paling banyak dia ceritakan adalah ketika dia masih suka dengan muridnya sendiri. Aku cukup terkejut sih dengan beberapa ceritanya ini, aku kira dia adalah tipe orang cuek yang selalu membaca ketika berada di mana pun dan tidak pernah suka dengan yang namanya cewek, tetapi ternyata dia juga manusia normal ya.
“Jadi, setelah itu aku mengirimkannya video yang memang aku buat khusus untuk menyatakan perasaan begitu. Nanti akan aku kasih tahu videonya, dan ternyata dia juga mau. Singkatnya, kita berdua jadian, guru dan murid tapi ketika di luar sudah berbeda status. Lalu apa yang aku dapat dari hubungan itu?” Katanya dengan nada bertanya.
Kenapa tanya Gue?
“Yang didapat hanyalah rasa hampa dan rasa dikekang. Dia tidak mau aku menjauh meskipun aku punya banyak pekerjaan, dia tiba-tiba marah jika aku tidak sempat membalas chat nya, dan dia juga tidak mau tahu aku punya pekerjaan apa. Dan akhirnya aku melarikan diri…” Katanya. Sungguh kisah yang aneh, meskipun aku sendiri mungkin juga bisa memahami bahwa cewek terkadang berlaku seperti itu.
Sebenarnya tidak juga, aku belum bisa memahami bahwa terkadang cewek juga butuh perhatian dan berbagai macam hal seperti itu. Aku hanya perlu fokus sama diriku sendiri saja.
“Cewek memang merepotkan” Kata Karma mengakhiri ceramah tentang pengalamannya bersama muridnya tadi sambil sedikit memasang wajah bosan. Aku pun menghembuskan nafasku… merasa lega jika semua ceramah ini akhirnya…
“Tetapi sepertinya dunia tidak bisa hidup tanpa cewek. Kau tahu kenapa?” Sial, dia kembali menanyakan sesuatu yang akan melanjutkan ceramahnya lagi. Berapa banyak sih bahan pikiran yang ada di dalam kepalanya itu? Apakah pikiran itu juga mulai memasuki rambutnya sehingga rambutnya berubah menjadi sedikit berantakan karena memiliki muatan pikiran?
Aku pun hanya bisa menggelengkan kepala dengan malas, mengakui bahwa aku sendiri tidak tahu kenapa cewek itu merepotkan dan juga kenapa kita sebagai cowok terkadang tidak bisa melepaskan diri dari cewek.
“Kita adalah manusia, dan manusia juga pastinya perlu untuk berkembang biak. Oleh karena itu kita mudah sekali tergoda dengan yang namanya cewek karena cewek merupakan naluri alami kita. Tetapi selain memiliki naluri alami, manusia juga memiliki nurani dan tujuan kemanusiaan” Jelas Karma.
“Tetapi ketika kita tidak punya tujuan kemanusiaan, atau bisa dibilang ambisi dan cita-cita, maka kita pasti akan mengikuti naluri alami kita”
“So, mencari cewek adalah sebuah tanda bahwa kamu tidak punya ambisi” Wow… Aku pun hanya bisa terdiam begitu mendengar ucapan dari guru di depanku tersebut.
Tidak punya ambisi?
Cowok di depanku itu pun tampak sedikit tersenyum kecil melihatku. Mungkin saja dalam hatinya dia merasa geli melihat aku yang tiba-tiba terdiam dan merasa tersindir dengan apa yang sudah dia katakan bahwa orang yang bermain-main dengan cewek hanyalah orang yang tidak punya ambisi.
Mungkin aku memang merasa tersindir sih.
“He… Kudengar kau juga merupakan gamer dari salah satu game yang cukup terkenal sekarang. Kukira karena di sini tidak boleh membawa ponsel, harusnya kau mencari hobi lain agar tidak terjerumus kepada salah satu perangkap aneh yang disebut dengan cewek ini” Lanjut Karma sambil memutar matanya. Ya… bisa dibilang aku adalah gamer, dan aku juga sangat menyukai game, itu sangat mengasyikkan.
Sayang banget sekolah di sini tidak memperbolehkanku untuk membawa ponsel sehingga aku merasa bosan saat waktu luang dan…
Sepertinya ucapannya benar. Sepertinya aku terlalu bosan dan tidak mendapatkan hiburan yang cukup sehingga aku mencoba untuk mencari hiburan dengan menggoda cewek dan menjadikannya pelarian dengan cara yang tidak elit. Dan aku masih merasa heran juga bagaimana guruku yang satu ini bisa membaca apa yang ada dalam pikiranku sehingga dia bisa menyindirku sedemikian rupa.
“Baiklah, Pak. Kali ini aku akan mencoba untuk memperbaiki diriku lagi” Kataku dengan nada pasrah. Sudah cukup aku mendengar semua petuahnya yang begitu menyindir dan seolah memojokkanku yang sudah berbuat memalukan sehingga kali ini aku akan langsung mengakhirinya dan memikirkan ulang kata-katanya di kamar nanti. Rasa sukaku kepada Claudia pun sepertinya mulai menghilang saat aku mendengar ucapannya bahwa aku tidak punya ambisi dalam kehidupan.
Claudia memang cantik sih, tetapi mungkin kejadiannya sama seperti yang sudah dialami oleh Karma. Jika aku sudah mendapatkannya, mungkin saja yang kudapat hanyalah kehampaan.
Dan aku juga yakin bahwa jika aku sudah mendapatkannya aku pasti akan melirik cewek yang lain juga. Aku pun bersiap untuk mengangkat diriku dari tempat dudukku saat suara datar guru di depanku ini kembali memasuki telingaku.
“Sebelum kau pergi, aku memiliki sesuatu untukmu” Katanya sambil mengangkat sebuah tas kecil dan kemudian melihat isi yang ada di dalamnya. Dia pun mengeluarkan sebuah kertas kecil bersama dengan botol obat kecil. Aku pun hanya memandangnya dengan tatapan heran, kenapa tiba-tiba dia mengeluarkan obat? Apa jangan-jangan dia mau promo jualan obat barunya setelah dia melakukan ceramah barusan?
“Aku menemukan ini di bangkumu saat aku sedang menata ruang kelas untuk ujian semester besok, apa kau mengenalnya?” Tanya Karma sambil menyerahkan sebuah surat kecil bersama dengan botol obat.
Aku pun membuka surat kecil tersebut. Sebuah tulisan yang sangat rapi tertulis di atas sebuah kertas kecil. Aku sedikit kesusahan untuk membacanya karena sepertinya penulis dari surat ini mencoba membuat kesan tulisan estetik, tetapi malah tidak bisa dibaca.
Sukses ya ujiannya, jangan lupa istirahat dan jaga kesehatan juga.
Pesan apaan ini?
“Akhir-akhir ini memang kau sepertinya sedikit pucat? Apa kau sedang kecapaian atau memang kau kelebihan pakai sabun muka?” Tanya Karma dengan wajah datar. Ha? Apa hubungannya wajah pucat dengan sabun muka? Oh, mungkin saja karena terlalu banyak memakai sabun muka jadi putih banget sehingga jadi kelihatan pucat.
Sialan… leluconnya gak jelas banget. Ngomongnya pakai wajah datar begitu lagi.
“Mungkin saja sih, beberapa hari ini juga kan aku sering banget dipanggil buat mengurus masalah kaos dan juga meminta sumbangan uang untuk kaos tersebut. Dan bukannya itu juga keinginanmu?” Kataku sambil memutar bola mataku mendengar ucapan Karma.
“Ya, ya, ya… Terserah kau saja. Yang penting ini ada vitamin dari seseorang yang berharap kau agak sedikit menjaga kesehatanmu. Apalagi setelah ini kamu ujian juga, jangan sampai aku yang repot gara-gara kamu harus menyusul ujian” Keluh Karma. Guru pendek itu pun mengulurkan tangan kecilnya ke arah surat yang sedang kubaca dan kemudian membaca isinya. Dahinya yang mengilap karena keringat tampak berkerut ketika membaca tulisan yang berada di atas kertas tersebut. Matanya seolah menerawang jauh ke atas, seolah dia akan menemukan jawabannya di sudut kelopak matanya.
“Tulisannya rapi, tapi aku tahu ini adalah tulisan yang dipaksakan. Kamu mungkin tidak akan bisa mencari tulisan seperti ini pada teman-temanmu. Ini seperti gaya tulisan yang memang dibuat khusus untuk suratmu sehingga gayanya tidak akan dibuat untuk tujuan lainnya” Sahutnya sambil kembali membaca surat tersebut sekali lagi.
Aku tidak terlalu peduli sih dengan siapa yang mengirim surat aneh ini. Dan juga kenapa dia harus peduli dengan orang yang mengirimkan surat aneh ini setelah dia merasa bahwa perempuan itu benar-benar makhluk yang membosankan?
Bukankah seharusnya dia juga tidak peduli dengan siapa pengirim dari surat ini?
“Akan aku kabari lagi ketika aku sudah bisa menebak siapa pengirimnya”