Ketidaktahuan Lebih Baik daripada Ketahuan

Chapter 08

“Bagaimana pengalamanmu saat meneliti situs sejarah di Rusia waktu liburan beberapa waktu yang lalu?” Tanya seseorang pada Alvaro yang tampaknya masih sibuk membaca buku miliknya.

Orang dengan setelan formal rapi itu sekarang tampak sedang melahap makanan yang ada di depannya. Suasana damai dan hening meliputi perbincangan dua orang yang sedang duduk berhadapan tersebut.

Musik klasik yang mengalun lembut menambah kesan damai dan mewah dari restoran tempat dua orang ini sedang membicarakan sesuatu.

“Biasa saja, tidak ada yang menarik dari situs tersebut. Mungkin beberapa orang mengira bahwa situs itu merupakan peninggalan dari peradaban Rusia saat abad pertengahan Eropa, tetapi sepertinya naluriku tidak berkata demikian. Situs itu tampaknya terlalu muda untuk abad pertengahan, so, mungkin itu merupakan salah satu peninggalan zaman perang dunia” Jelas Alvaro sambil tetap membaca buku yang berada di tangannya yang berjudul Mitologi Nordik.

Pria dengan rambut klimis dan rapi yang berada di depannya hanya menyunggingkan seulas senyuman tipis mendengar ucapan dari Alvaro. Tangannya yang mulus, dengan gaya yang sangat elegan mengambil tisu yang berada di depannya kemudian mengusapkan tisu tersebut di bibirnya.

“Kuharap nalurimu bisa dipertanggungjawabkan seperti biasanya” Kata pria tersebut sambil meletakkan tisu yang kotor tadi di atas asbak. Wajahnya tampak sinis memandang Alvaro sambil meletakkan tangannya di atas meja di depannya.

Beberapa saat kemudian seorang pria dengan setelan hitam putihnya segera berjalan menuju meja tempat dua orang itu sedang makan dan segera membereskan sisa makanan yang ada di atas meja. Beberapa pria yang lain tampak sedang sibuk menghidangkan makanan pencuci mulut untuk mereka berdua.

“Sepertinya kali ini kau sedang tertarik dengan mitologi Eropa Utara” Tanya Pria bersetelan formal itu sambil menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi sembari mempersilahkan beberapa pelayan untuk menghidangkan makanan pencuci mulutnya.

“Entah lah. Beberapa mitologi yang berasal dari Eropa Utara ini tampaknya cukup menarik, tetapi tidak diadopsi oleh orang romawi yang lebih memilih mitologi Yunani miliknya. Selain itu juga, penyebaran dari mitologi serupa tampaknya juga merupakan salah satu pengaruh dari Asia. Mungkin saja mitologi ini melewati Rusia” Jawab Alvaro. Pemuda yang berada di depannya itu tampaknya mangut-mangut mengerti apa yang Alvaro bicarakan.

Pelayan yang tadinya berlalu lalang pun sekarang sudah hilang setelah makanan penutup sudah terhidang. Pria dengan setelan formal itu pun mengambil sendok yang sudah di sediakan dan mencicipi salad buah yang sudah dihidangkan untuknya.

“Ah,,, Ini bisa menunjang penelitianmu untuk di Rusia nanti?” Tanya pria tersebut. Alvaro tampak mengangguk pelan mendengar pertanyaan dari pria di depannya.

Suasana kembali hening. Alvaro tampak masih fokus untuk membaca buku tentang mitologi nordik miliknya sementara pria yang berada di depannya masih fokus menikmati makanan penutup dari restoran tersebut.

Dentingan antara sendok dan piring mulai menemani mereka berdua seiring dengan mulai habisnya salad yang berada di mangkok pria tersebut. Alvaro pun menutup bukunya ketika melihat pria di depannya sudah menghabiskan seluruh makanan penutupnya dan mulai menatap pria tersebut dengan tatapan serius.

“Oke, sekarang kita kembali ke bisnis”

-0-

Kutunggu besok kau di sini. Ada buku keren yang juga harus kau baca

Kata-kata yang terdengar sebal tetapi mengandung makna yang cukup menggelisahkan itu kembali terngiang di benak Claudia.

Buku macam apa lagi yang harus aku baca?

Sekitar seminggu yang lalu, pemuda santai itu sudah bisa menjungkirbalikkan pendapatnya tentang agama yang dia anut sampai sekarang, lalu membuat sebuah pernyataan bahwa semua agama sama saja jika memang memiliki tujuan yang baik untuk manusia.

Mungkin, ini pertama kalinya Claudia merasa sedikit gelisah dengan kehadiran pemuda yang sempat menjadi rekan pidatonya. Dia selalu percaya diri dengan pendapatnya yang seolah tidak bisa dibantah, berdasarkan kebenaran mutlak, tanpa tahu bahwa ternyata ada beberapa buku yang menyimpan fakta yang berbalikan dengan apa yang dia yakini.

Parahnya lagi, argumen yang ada dalam buku tersebut terkesan setengah benar sehingga membuat Claudia bingung kebenaran mana yang harusnya dia percayai.

Dan kemarin, pemuda tersebut menawarkan tentang sebuah buku yang harus dia baca. Yang benar saja.

“Duh… Kenapa aku masih penasaran sih sama buku yang ditawarkan oleh cowok menyebalkan tersebut” Gumam Claudia tampak tidak bisa konsentrasi mendengarkan pelajaran dari dosen yang sekarang sedang mengoceh di depan kelas.

Gadis cantik itu tampak uring-uringan dengan perasaannya sendiri kemudian mulai menekuk punggungnya dengan wajah kesal sambil mencoret bukunya tanpa semangat. Seorang gadis berkerudung yang sedang duduk di sebelahnya tampak menghentikan aktivitas menulisnya dan kemudian menatap Claudia dengan wajah heran.

“Kau kenapa, seperti terlihat gelisah” Tanya gadis bernama Santi tersebut dengan pulpen yang masih tegak berdiri, meskipun dia sudah menghentikan aktivitas menulisnya.

“Entah” Jawab Claudia masih kesal tanpa menoleh ke arah Santi yang masih menatapnya heran.

“He, he… Biasanya kau semangat sekali saat mendengarkan kuliah tentang analisis data seperti ini. Kenapa sekarang kau menjadi seperti orang depresi” Tanya Santi sambil meletakkan pulpennya, mencoba untuk menunjukkan kepeduliannya dengan merendahkan kepalanya agar sedikit sejajar dengan Claudia yang sedang menunduk.

Claudia pun menoleh ke arah Santi dengan wajah yang masih kesal. Biasanya gadis perfeksionis ini akan menjelaskan masalah yang dihadapinya dengan gamblang, sistematis, dan alur logika yang jelas.

Dia butuh solusi, dan dia tahu jika dia meminta solusi maka dia harus menyediakan masalahnya dengan jelas agar orang yang mendengarnya tahu betul apa yang dia pikirkan.

Tetapi tidak untuk sekarang.

Apa masalah yang dihadapinya saat ini? Entah. Dia masih belum memahaminya.

Apakah dia penasaran dengan buku yang ditawarkan oleh Alvaro? Tentu saja penasaran, tetapi dia masih belum bisa memikirkan apa yang membuat rasa penasaran itu menjadi sesuatu yang menggelisahkan dalam hatinya.

Claudia pun menghembuskan nafas kasar ketika menimbang-nimbang apakah dia akan meminta saran atau nasehat dari Santi. Mungkin saja Santi adalah seseorang yang suka membaca berita, tetapi tidak seperti Alvaro yang bisa menyarankan bacaan keren yang di luar dugaan.

Jadi, dia memutuskan bahwa dia tidak mau memusingkan hal tersebut.

Bodoh amat. Pikirkan itu nanti saja waktu aku menemui cowok menyebalkan itu.

“Bukan apa-apa” Jawab Claudia sambil kembali memperhatikan dosen yang sedang mengajar di depan. Gadis berkerudung itu tampak sedikit heran dengan jawaban dari Claudia, tetapi gadis itu tahu bahwa jika dalam mode seperti ini, Claudia hanya akan marah-marah jika dia mengganggunya terus menerus. Gadis itu pun cuma mengangkat bahu melihat perilaku Claudia dan kembali memperhatikan dosen yang sedang menerangkan.

Detik demi detik berlalu. Jarum merah yang paling panjang berdetak teratur seiring dengan habisnya waktu kuliah analisis data di kelas Claudia.

Tik… tik… tik… Suara detak jam itu tampak lebih lambat dan lebih keras dari biasanya, bahkan telinga Claudia lebih bisa mendengarkan suara detak jam itu daripada suara dosennya. Gadis itu tampak sedikit terganggu dengan detak jam tersebut, tetapi mencoba mengacuhkan apa yang ada di pendengarannya.

Kenapa suara jamnya jadi semakin keras?

Kenapa jarum jamnya terlalu pelan bergerak?

Apakah dia kehabisan baterai?

-0-

“Kau mau ke mana, Clau?” Tanya Santi dengan nada heran melihat gadis cantik yang berada di sampingnya dengan segera membereskan perlengkapan kuliahnya.

Claudia mungkin bukan tipe mahasiswa yang suka nongkrong di kelas setelah kuliah selesai dan lebih suka menyibukkan diri dengan berbagai macam kegiatan yang bermanfaat.

Tapi kali ini, Santi yakin sekali bahwa gadis itu lebih terburu-buru daripada biasanya. Mungkin tidak bisa dibilang terburu-buru juga, lebih kepada bersemangat dengan diiringi sedikit wajah kesal dan penasaran yang luar biasa.

“Perpustakaan” Jawab Claudia singkat sambil mengangkat tas punggungnya dan kemudian segera berjalan meninggalkan kursinya.

“Sampai jumpa” Sahut Claudia dengan nada yang sedikit tergesa-gesa meninggalkan Santi yang masih terdiam melihat tingkat kawannya tersebut.

Beberapa saat kemudian dia sedikit tersenyum kecil melihat kepergian kawannya yang begitu pintar sekaligus rajin tersebut.

-0-

Gadis berambut hitam itu tampak berjalan dengan sedikit terburu-buru menuju ke arah perpustakaan. Raut wajahnya tampak serius melihat ke depan, menerobos mahasiswa lain yang masih asyik mengobrol di depan kelas setelah kuliah mereka selesai.

Kaki jenjangnya melangkah begitu cepat keluar dari gedung fakultasnya, menyeberang jalan dengan tergesa-gesa namun tetap berhati-hati, dan mulai berjalan cepat kembali menuju perpustakaan di seberang jalan.

Mata coklatnya menatap lurus ke depan, di mana seseorang dengan rambut cepak sedang duduk santai sambil membaca buku di depan pintu perpustakaan. Kali ini wajah pria itu tidak terlihat serius seperti saat Claudia pertama kali bertemu dengannya beberapa hari yang lalu.

Mungkin dia membaca buku yang sedikit ringan

Gadis itu pun berjalan mendekati pria berambut cepak tersebut dan langsung meletakkan tas punggungnya di atas meja. Pria itu pun tampaknya tidak begitu kaget dengan kehadiran tas punggung yang tiba-tiba berada di depannya.

Mata hitamnya menatap ke arah Claudia dengan tatapan santai khas darinya. Gadis itu mengacuhkan tatapan santai tersebut dan langsung merebahkan dirinya di atas tempat duduk di depan pemuda tersebut. Wajahnya tampak sedikit kesal memandang wajah pria santai di depannya.

“Apa yang mau kau sarankan?” Tanya Claudia tanpa basa-basi menodong pria tersebut. Mungkin dia masih tidak terima harus dibikin penasaran oleh buku yang disarankan oleh pemuda di depannya ini sehingga dia tidak bisa tenang saat kuliah tadi.

Pemuda itu, Alvaro, hanya tersenyum kecil melihat kekesalan di wajah Claudia. Entah kenapa dia merasa sedikit puas dengan wajah kesal yang berada di depannya. Gadis cantik itu pun kembali melipat wajahnya lagi ketika melihat wajah tengil cowok santai di depannya.

Meskipun begitu, Alvaro tampaknya mengacuhkan perubahan suasana hati dari Claudia dan kemudian membalik tubuhnya dan mengambil sebuah buku dengan sampul yang khas sekali, khas fiksi fantasi.

Claudia tampak sedikit heran dengan apa yang diambil oleh Alvaro. Buku tersebut memiliki gambar yang cukup fantastis, yaitu seorang kakek tua dengan satu mata yang ditutup seperti bajak laut sedang berdiri dengan wajah bijaksana. Latar belakang bergradasi warna biru seperti aurora menggambarkan kesan fantasi yang begitu kental, apalagi dengan taburan bintang yang berada di belakangnya.

Kenapa sampulnya aneh seperti ini, ini sih novel fantasi

Claudia tampak sedikit ragu untuk menerima buku fantasi tersebut dari Alvaro. Dia masih heran dengan pola pikir pemuda yang berada di depannya ini, kenapa dia menyarankan sebuah buku fiksi sih? Bukankah fiksi itu tidak nyata?

Tetapi rasa penasaran sudah menguasai pikiran dari Claudia, mungkin saja sampulnya menipu dan buku itu masih tentang sesuatu yang menarik, terutama filosofi dan agama yang pernah mereka berdua bicarakan beberapa hari yang lalu.

Claudia pun mengulurkan tangannya untuk meraih buku tersebut.

Benar saja, dahi gadis cantik itu pun berkerut begitu melihat judul buku yang disarankan oleh Alvaro saat itu.

Mitologi Nordik? Apa dia menyuruhku untuk membaca buku khayalan primitif semacam ini?

Claudia pun menatap Alvaro dengan tatapan yang campur aduk, antara ingin marah dan juga bingung serta menahan diri karena dia masih yakin bahwa Alvaro memiliki maksud tersembunyi memberikan buku ini.

“Apa maksudmu? Bukankah ini semua tidak nyata? Kukira kau akan meminjamkan buku tentang sesuatu yang lebih menarik lagi seperti Sejarah Tuhan kemarin yang masih terkesan ilmiah. Kenapa harus mitologi? Gak masuk akal” Kata Claudia menuntut penjelasan yang logis dari Alvaro. Pemuda itu pun menyandarkan punggungnya santai mendengar ocehan dari Claudia.

“Aku sudah mengira kau akan mengatakan hal tersebut, tetapi mari kita coba untuk berpikiran terbuka” Kata Alvaro sambil menunjukkan buku yang sejak tadi dia baca.

Buku yang satu ini memiliki sampul yang tidak kalah fantastis daripada buku yang dipinjamkannya kepada Claudia. Bedanya, wajah pria tua yang ada di sampul buku milik Alvaro lebih terkesan marah-marah dengan latar belakang yang mendukung kemarahannya.

Mitologi Yunani?

“Apa yang ingin kau dapatkan dari cerita konyol macam itu? Aku pernah membaca buku cerita anak tentang kisah para pahlawan seperti Hercules, Perseus dan siapalah mereka semua. Itu hanya dongeng sebelum tidur untuk anak berumur 5 tahun yang masih percaya dengan Unicorn atau Santa Claus” Sanggah Claudia masih gak percaya ada anak berumur 20 tahun yang masih percaya dengan mitologi.

Dan parahnya lagi, dia memiliki skor SAT sempurna setingkat dengan diriku.

“Tidak, tidak, tidak… Bagaimana jika kukatakan bahwa ini bukan sekadar dongeng pengantar tidur, tetapi menyimpan sedikit fakta sejarah?” Kata Alvaro. Claudia tampak mengangkat sebelah alisnya heran dengan apa yang dikatakan oleh Alvaro.

Mata indahnya menatap ke arah buku yang dipinjamkan oleh Alvaro kepadanya. Pikirannya masih berkecamuk dengan semua yang dikatakan oleh Alvaro.

Apa yang bisa kau dapatkan dari buku Mitologi ini kecuali palu milik Thor yang menghiasi film Avenger

“Baiklah, bisa kau ceritakan apa yang bisa diambil dari Mitologi aneh ini?” Tanya Claudia sambil menaruh buku tersebut di atas meja dan kemudian menatap Alvaro dengan tatapan datar dan cuek nya, meskipun dia tertarik juga dengan apa yang akan disampaikan oleh Alvaro.

Pemuda itu tampak menghela nafas pelan mendengar ucapan dari Claudia.

“Kau harus membacanya dulu agar aku bisa menjelaskannya dengan leluasa” Sahut Alvaro. Claudia berdecak malas mendengar ucapan dari Alvaro.

“Sudahlah, ceritakan saja apa yang ada di dalam pikiranmu. Aku akan mendengarkannya dan menyiapkan sesuatu yang lebih masuk akal untuk menanggapi dongeng mu tentang mitologi ini” Kata Claudia.

“Tidak bisa. Tanpa membacanya kau hanya akan terjebak dalam pikiranmu sendiri tentang hal-hal semacam ini dan menolak terlebih dahulu apa yang akan aku sampaikan” Jawab Alvaro datar saja.

“Sama seperti kemarin kau menolak untuk mengakui bahwa agamamu menyimpan beberapa sejarah mengerikan dan kau masih terperangkap dalam ilusi bahwa agamamu adalah yang paling baik dan paling benar” Kata Alvaro.

Claudia tampak sedikit panas dengan apa yang dikatakan oleh Alvaro.

Memang benar, dialog kemarin benar-benar membuka mata dan perangkap religius untuk Claudia sehingga sekarang dia sedikit bisa lebih menghormati beberapa agama temannya tanpa menilai mereka sendiri.

Tunggu dulu…

Alvaro selalu memiliki sudut pandang yang berdasarkan fakta sejarah, meskipun Claudia masih belum yakin 100% bahwa cowok yang ada di depannya ini bisa menyimpan semua fakta tersebut tanpa kesalahan, tetapi dia memiliki kemampuan nalar yang cukup baik.

Narasinya tentang evolusi manusia secara fisik dan psikologi yang dia jelaskan kemarin menunjukkan bahwa dia mampu untuk merangkai berbagai macam fakta yang ada menjadi sedikit lebih masuk akal dan nyambung secara logis.

Meskipun hal tersebut belum bisa dibuktikan kebenarannya, kemampuan Alvaro dalam menyusun hipotesis seperti itu benar-benar cukup untuk diacungi jempol.

Selain runtut secara logis, Alvaro juga mampu menghubungkan fakta sejarah tersebut sehingga bisa cocok dengan apa yang sedang terjadi di dunia ini sekarang sehingga dia mampu untuk mengubah cara pandangnya dalam memandang seluruh agama di dunia ini sekarang.

Apakah dia bisa menjelaskan sedikit tentang cerita primitif ini sehingga bisa dipraktikkan dalam dunia masa sekarang?

“Baiklah, akan kubaca untuk beberapa hari ke depan” Kata Claudia. Dia pun mengambil buku mitologi tersebut dan kemudian memasukkannya ke dalam tas punggungnya yang berada di depannya. Alvaro tampak tersenyum kecil melihat Claudia bersedia untuk membaca buku pilihannya.

“Ngomong-omong, apakah kamu kesini setiap hari? Kelihatannya kau senggang sekali, apakah kau tidak memiliki tugas kuliah atau apa untuk dikerjakan begitu?” Tanya Claudia mulai membuka pembicaraan.

Gadis itu tampaknya merasa percuma jika dia hanya mengambil buku mitologi yang menurutnya tidak berguna itu tanpa mendapatkan apa pun yang bisa dia pelajari dan cowok ini. Jadi, dia memutuskan untuk mengobrol sebentar tentang hal yang ringan saja seperti masalah kuliah.

“Yah… Bisa dibilang fakultasku lebih senggang daripada fakultas mu mungkin. Selain itu, aku membaca di sini juga mungkin bisa dibilang melakukan riset juga. Bukan berarti aku santai dan menganggur saja di sini loh” Jawab Alvaro santai saja sambil menandai buku yang sedang dia baca lalu menutup buku tersebut.

Wow… Ku kira dia akan bersikap masa bodoh dengan obrolanku dan terus membaca buku fiksi menyebalkan itu.

“Oh… Iya juga sih. Ku lihat kamu juga suka membaca literatur sejarah” Kata Claudia sedikit paham dengan apa yang di katakan oleh Alvaro.

“Bagaimana denganmu? Apakah menganalisis data melelahkan?” Kata Alvaro balik bertanya kepada Claudia. Gadis itu hanya mengangkat bahu sambil tersenyum kecil mendengar ucapan dari Alvaro.

“Entah menurut orang lain, tetapi aku menikmatinya” Jawab Claudia sambil tetap menyunggingkan seulas senyuman kecilnya.

Mata pemuda yang berada di depannya masih memandangnya dengan tatapan santai, meskipun sekarang ada sedikit binar dalam matanya mendengar jawaban dari Claudia.

“Oh, ya? Boleh aku tahu kira-kira kau sedang mengerjakan proyek apa di perkuliahan? Atau mungkin proyek pribadi mu sendiri?” Tanya Alvaro dengan nada bersemangat. Claudia sedikit heran dengan perubahan nada bicara Alvaro yang terkesan berbeda daripada yang tadi. Kali ini dia lebih bersemangat untuk membahas masalah ini.

“Tadi aku baru saja mendapatkan tugas untuk menganalisis data dengan beberapa metode interpolasi. Mungkin aku akan menggunakan data tentang keuangan dan anggaran dari Indonesia untuk masalah interpolasi ini” Jawab Claudia dengan nada yang cukup mantap.

Alvaro tampak mengangguk-angguk mendengar jawaban dari Claudia. Interpolasi bukanlah sesuatu yang asing juga untuk banyak orang. Itu hanyalah teknik untuk melakukan pendekatan dan prediksi data dari berbagai macam data sebelumnya.

Teknik paling sederhana dari interpolasi adalah regresi linier yang merupakan salah satu teknik statistik yang sudah cukup umum sehingga Alvaro tidak merasa kesulitan dengan hal tersebut.

“Kalo proyek pribadi sih, aku masih belum punya. Hanya saja aku mau belajar sedikit tentang teori game. Itu cukup menarik untuk dipelajari ketika kita dipaksa untuk belajar dari ketidakpastian kehidupan” Lanjut Claudia.

Alvaro tampak sedikit memiringkan kepala kali ini mendengar ucapan dari Claudia. Tidak, dia tidak bingung dengan apa yang dijelaskan oleh Claudia, tetapi kali ini dia meminta informasi yang lebih.

“Game Theory? Kira-kira masalah apa yang akan kau selesaikan dengan game theory?” Tanya Alvaro. Claudia hanya mengangkat bahunya.

“Sebenarnya bukan masalah sih yang harus dipecahkan, tetapi ini lebih kepada hipotesis dan juga beberapa teori untuk mengantisipasinya” Jawab Claudia. Alvaro hanya mengangguk-angguk pelan mendengar ucapan dari Claudia.

“Tapi, apakah kau sudah tahu kira-kira implementasi yang paling bagus untuk menggunakan game theory ini di bidang apa?” Tanya Alvaro yang hanya di jawab dengan gelengan pelan oleh Claudia. Alvaro pun tersenyum kecil mendengar apa yang diucapkan oleh Claudia.

“Mau kuberi tahu tentang apa yang bisa kau lakukan untuk itu?”

TBC

Siapa yang suka mitologi? Kira-kira apa yang bisa dibicarakan dalam mitologi?

Chapter Sebelumnya | Daftar Isi | Chapter Selanjutnya